Lifestyle Marketing
Posted by Unknown on Selasa, Juni 19, 2012 with No comments
Kontribusi Jasa dalam Perekonomian.
Pada era millennium ketiga ini, salah satu tolak ukur
kemajuan suatu masyarakat di suatu Negara diukur dari pertumbuhan sector
jasanya. Menurut Dunning (1995: 272-274) sector jasa semakin menjadi dominan
di Negara maju seiring dengan semakin tingginya tingkat perekonomian.
4 fase tingkat kemajuan :
Natural resources.
Investment Capital.
Investment-Led to Innovation-Led.
Information Processing ( Post-Industrial / Services Stage of
Development ).
Pentingnya industry jasa inijuga mempengaruhi daya tarik
pertumbuhan industry. Semakin tinggi daya tarik industry, akan menjadi potensi
meningkatnya intensitas persaingan (Poter, 1980: 362-5). Dan dalam
tingkat persaingan yang semakin ketat dalam global economi ini, sebagian besar
perusahaan cenderung over-supply, konsumen memiliki keluasan dalam
memilih (Hitt et al 2005: 10-2). Dorongan ekonomi membuat perusahaan
saling berlomba dan bersaing untuk tetap exist. Keadaan ini memperpendek product life-cycle maupun industry
life-cycle.
Industry Jasa dan Lifestyle.
Perubahan pola kehidupan masyarakat modern cenderung
menimbulkan banyak permasalahan dan tekanan. Pola hidup cosmopolitan cenderung
dipenuhi dengan stress yang tinggi, hidup serba praktis, ketidak harmonisan
pola hidup dll. Pelampiasan dari himpitan keadaan-keadaan tersebut menimbulkan
peluang bisnis-bisnis baru yang luar biasa di bidang jasa seperti rumah makan
cepat saji, warnet, café, game station dll.
Service Marketing
Karakteristik Jasa.
Dalam pemasaran jasa ( Service ) terdapat factor
karakteristik unik jasa yang berbeda dari pemasaran produk ( Goods ).
Keunikan karakteristik jasa dibandingkan produk terletak pada beberapa sifat di
bawah ini :
Intangibility : Sifat jasanya tidak berwujud (
Performance ) yang hanya bisa dirasakan.
Inseparability : Mencarminkan tidak terpisahnya antara
provider dan konsumennya, keterlibatan konsumen dalam dalam proses delivery
jasa dalam production proses.
Variability : Performance jasa sangat sulit dikontrol
dan sifatnya relative.
Perishability : Salah satu keterbatasan jasa, karena
dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan tidak memungkinkan dilakukan
penyimpanan.
(Czinkota and
Ronkainen, 2001 : 539-43)
Oleh Fandy Tjiptono [ 2005: 21-3 ] karakteristik
jasa ditambahkan juga bersifat Lack of Ownership. Yang merupakan
perbedaan mendasar dibandingkan dengan goods, Jasa tidak memungkinkan
dimiliki secara permanen dan pribadi oleh konsumken. Kepemilikan dan akses
berjangka waktu tertentu, oleh karenanya diupayakan pemberian penekanan pada
manfaat non-ownership, menciptakan system keanggotaan ( membership ) untuk
mengasosiasikan dengan kepemilikan dan pemberian system insentif dengan adanya
system reservasi dan fasilitas prioritas.
Menurut Rust et al [ 1996: 15-8 ] jasa, meskipun
intangible, jasa dikemas dalam 4 komponen :
Service ini merujuk pada kejadian sesungguhnya yang dialami
konsumen saat membeli jasa.
Service Product.
Service ini menggambarkan core performance yang dibeli
konsumen dengan harapan hasilnya ( outcome ) sesuai dengan keinginannya,
termasuk di dalamnya pengalaman dan transfer dalam interaksi denga physical goods dan people dari penyedia
jasa.
Service Environment.
Service ini merupakan physical backdrop yang berada di
sekitar penyampaian jasa dan sering disebut servicescape. Service environment
juga sering kali menunjukan kelas segmentasi dan tanda untuk positioning
perusahaan.
Physical Product.
Marketing mix [Kotler, 2000: 21) dapat dilakukan dengan
4Ps :
Product.
Price.
Place.
Promotion.
(Glyn and Barnes) secara spesifik marketing
mix dilengkapi dengan 3Ps :
People.
Proses.
Physical-evidence.
Sedangkan lovelock and Wright menambahkan
“ P “
yaitu productivity dan quality.Sedangkan Keegan [1996:
33] menembahkan pentingnya informasi dalam pemasaran dengan menyebutnya
“ P “ yaituProbe. Lebih lanjut, Kotler [2000: 435] terdapat
tiga hubungan marketing yang dapat terjadi : Gouthier and Schmid
[2003: 119-43] memberikan konseptual marketing mix khusus jasa dalam komponen
mix yang mamasukan unsure Costumer Knowledge sebagai bagian dari proses jasa
oleh konsumen dalam bentuk partisipasi konsumen dalam proses penerimaan jasa
sehingga 4Ps marketing mix menjadi :
People.
Process.
Physical-Evidence, dan
Participating Customer.
Hubungan internal marketing ( hubungan company to
employee ). Menggambarkan tugas untuk melakukan training dan memotivasi
karyawan.
Hubungan external marketing ( hubungan company to
customer ). Menggambarkan pekerjaan umumnya untuk mempersiapkan price,
distribute, dan prompote service ke konsumen.
Interactive marketing ( hubungan employee dengan
customer ). Aplikasi dari kedua hubungan sebelumnya.
Manajemen jasa pada Wellness Center, Beauty Industries, dan
Hospitaly Industries.
Dalam service, salah satu keberhasilan dalam persaingan
adalah dengan menciptakan competitiveness. Ini dikatakan berhasil apabila
perusahaan dapat menciptakan kepuasan konsumen dengan menggunakan
keunggulan individual product market.
Salah satu kunci keberhasailan tersebut adalah
melalui relationship yang baik.
Berikut 3 dimensi relationship :
Reach. Merupakan dimensi untuk mendapatkan akses dan
connection dengan konsumen.
Richness. Merupakan dimensi untuk mengetahui alur informasi
timbal balik.
Affiliation. Merupakan dimensi untuk menentukan fasilitas
yang digunakan untuk berinteraksi dengan konsumen.
Menurut Cressy [ 2003, 109-11 ], perkembangan
jasa industry lifestyle juga dipengaruhi oleh polaproduct life-cycle.
Pada masa growth atau decline, product yang dijual dapay diamati dari
cirri-ciri sebagai berikut :
Growth.
Fashionable.
Peningkatan demand yang baik.
Kualitas prima dalam persepsi konsumen.
Meningkatkan kualitas hidup penggunanya.
Benefit yang tinggi bagi konsumennya.
Environtment Friendly.
Memenuhi kebutuhan konsumen.
Therapeutic.
Decline.
Pasar product telah jenuh.
Fashion sudah tertinggal.
Terbukti product yang ditawarkan tidak efisien.
Tidak diterima sesuai harapan konsumen.
Cost menjadi penghambat.
Not environment friendly.
Kebutuhan Gaya Hidup
Consumer Behavior.
Costumer Behavior muncul akibat dorongan factor belum
terpenuhinya needs, wants, dan desireseseorang yang menimbulkan
tension.
[Schiffment & Kanuk, 1997: 83-86] Consumer behavior
muncul dalam dorongan individual goals.
Motivasi dan teori kebutuhan akan menjadi factor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen yang tercermin dalam
customer behavior-nya. Menurut Hawkins et al [ 2007: 480-1 ] consumer decision
process juga dimulai dari adanya interaksi factor external dan internal yang
mempengaruhi self-concept dan lifestyle individu yang mendorong needs dan
desires untuk proses pengambilan keputusan.
[Kurt and Clow 1998:36-47] memiliki pendapat yang
sependapat, bahwa keputusan pembelian oleh konsumen ( pre-purchase phase )
dipengaruhi oleh internal factors, external vactors, firm production
factors dan risk.
Unsur-unsur factor internal konsumen :
Motivasi.
Persepsi.
Pembelanjaan.
Kepribadian.
Sikap.
External factors terdiri atas :
Competitive options yang tersedia bagi konsumen.
Social context.
Word of mounth.
Firm-produced factors adalah pengaruh-pengaruh yang
yang mempengaruhi konsumen akibat kegiatan marketing yang disusun perusahaan.
Risk factors adalah konsumen berusaha memperkecil
resiko karena konsumen berpersepsi bahwa service lebih besar resikonya
dibandingkan goods.
Psychographics.
Arti penting Psychographics dilandaskan pada
kenyataan yang didasarkan pada tingkat variable sebagai berikut :
Perubahan dari psycholography menjadi individual behavior.
Social life.
Communication.
Consumption.
Commerce.
Lifestyle
Lifestyle merupakan bagian dari customer behavior dan
didifinisikan sebagai berikut :
Pengejawantahan activities, interest, dan opinions kehidupan
suatu kelompok masyarakat. [ Walker et al 1999: 176-7 ]
Aktifitas manusia dalam hal mengisi waktu, minat terhadap
hal yang dianggap penting, dan opini terhadap diri sendiri dan orang lain.
Perilaku individu yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas,
minat dan pandangan individu untuk mengaktualisasikan kepribadiannya karena
pengaruh interaksi dengan lingkungannya.
Customer Satisfaction, Customer Value, dan Customer
Loyality.
Customer Satisfaction.
[McQuitty et al,. 2000:1-18] Customer
Satisfaction merupakan dasar dari marketing concept. Customer Satisvaction
juga hal yang penting berkaitan dengan firm
profitability dan repurchase probability.
Dalam review yang dilakukan terdapat tiga hubungan yang
penting, yaitu :
Satisfaction adalah fungsi dari expectation, perceived
performance, dan disconrirmation.
Keinginan yang kuat untuk repurchase adalah fungsi dari
customer satisfaction.
Choise adalah fungsi dari expectation dan intention untuk
repurchase.
Hubungan tersebut terintegrasi dalam satu model yang
disebutnya satisfaction-based repeat purchase behavior model.
Nilai Pelanggan.
Tipe pemilihan keputusan membeli membeli konsumen
dipengaruhi oleh consumption value yang meliputi :
Functional value, perceived utility yang diterima dari
penyediaan manfaat dari pemilihan kepemilikan dan manfaat yang disiapkan untuk
konsumen.
Social value, perceived utility yang diperolah dari
keputusan pembelian oleh konsumen yang berkaitan dengan reference group.
Emotional value, diperoleh apabila dapat menstimuli perasaan
dan emosi konsumen.
Epistemic value, didapatkan ketika keputusan membeli
dipersepsikan dapat memuaskan keinginan akan knowledge, provide novelty atau
curiosity.
Conditional value, perceived utility diperoleh ketika
pemilihan alternative karena factor-faktor situasi.
Perilaku setelah pembelian merupakan post-purchase phase.
Pada tahap ini, konsumen melakukan evaluasi
quality secara menyeluruh baik satisfaction dan dissatisfaction. Satisfied
customer akan melakukan post-purchase actions termasuk repeat
purchase,customer loyalty dan positive word of mouth. Sedangkan dissatisfied
customer melakukan tindakanswitching vendors, dan negative word of mouth
communications.
Satisfaction dalam jangka panjang menciptakan loyalitas
pelanggan dan secara bertahap loyality dapat terbentuk sebagai berikut [
Oliver, 1977: 492-5 ]
Cognitive Loyality.
Affective Loyality.
Conative Loyality.
Action Loyality.
Loyality and purchase cycle menurut Griffin [ 2003: 18-20 ]
terdiri dari 5 langkah :
Kesadaran ( Awareness ).
Pembelian awal ( Initial Purchase ).
Evaluasi pasca-pembelian ( Post-purchase evaluation ).
Keputusan membeli kembali.
Pembelian kembali.
Penciptaan loyality dapat dilakukan dengan twelve laws of
loyalty yang dikemukakan Griffin [ 2003: 20-21 ] dan diadaptasi
sebagai berikut :
Built staff loyalty.
Practice the 80/20 rule.
Know your loyalty stages and ensure your customers are
moving through them.
Serve firs, sell second.
Aggressively seek out customer complaints.
Get responsive and stay that way.
Know your customer’s definition of value.
Win back lost customers.
Use multiple channels to serve the same customers well.
Give your front line the skill to perform.
Collaborate your channel partners.
Store your data in one centralized database.
Selanjutnya ditambahkan oleh Bernand T. Widjaja [ 2006: 56 ]
Relationship, relationship !
Personal loyality.
Innovation.
Dengan demikian, pemahaman mengenai loyalitas pelanggan
tidaklah semata-mata membangun dan memelihara konsumen menjadi pelanggan setia,
namun juga memberikan peningkatan nilai bagi perusahaan ( brand value ) maupun
memberikan tingkat profitabilitas yang wajar dan mampu memberikan kontribusi
yang memadai.
Marketing strategy
Customer Target and Segmenting
Meskipun jasa memiliki karakteristik yang berbeda
dari goods, namun bisnis jasa juga harus tetap menentukan pilihan
strategi. Adalah hal yang penting bagi perusahaan untuk melakukan focus pada
upayanya melayani pelanggan dengan baik. Focus diartikan menyediakan bauran
jasa yang sempit untuk segmen pasar tertentu, yaitu suatu kelompok yang
memiliki kesamaan karakteristik, kebutuhan, perilaku pembelian atau pola
konsumsi. Konsep ini merupakan strategi penting dan dapat dibagi menjadi 2 hal
yaitu :
1) Focus pasar ( market focus ).
Focus ini mengilustrasikan besarnya pasar atau banyaknya pasar yang dilayani
oleh perusahaan.
2) Focus jasa ( service focus ).
Focus ini mengilustrasikan pada luasan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Salah satu tahap penting dan kritis dalam penyusunan
strategi adalah bergantung pada penentuan target konsumen yang tepat. Secara
umum, customer segmentation untuk customer market dapat dilakukan berdasarkan :
Demographic factors ( age, income, sex, etc )
Socioeconomic factors ( social class, stage in the
family cycle )
Geographic factors ( cultural, regional, and national
different )
Psychological factors ( lifestyle, personality strait )
Consumption pattern ( heavy, moderate, light user )
Perceptual factors ( benefit segmentation, perceptual
mapping )
Penjabaran deskripsi customer markets berdasarkan behavior
yang paling umum didasarkan pada :
Lifestyle. Merupakan salah satu behavior yang berkembang
selaras dengan pola kehidupan modern saat ini
Social class. Merupakan suatu deskripsi dari kelompok status
yang tumbuh dan diakui dalam kehidupan social masyarakat.
Interest. Segmentasi ini didasarkan pada kesamaan
ketertarikan atau peminatan seperti hobbies dll.
Service Marketing Mix ( SERV )
Pada tahap selanjutnya, segmentasi yang telah ditetapkan
perlu dilakukan targeting dan positioning [ Kotler 2003:
136-38 ]. Mengutip beberapa pendapat terkait positioning, menurut Michael
Treacy and Fred Wiersama, menentukan positioning adalah berdasarkan product
leadership, operational excellence, dan customer intimacy. Sedangkan menurut
Fred Crawford and Ryan Mathew, menentukan positioning berdasarkan product,
price, easy to access, value-added service, dan customer experience.
Inti dari positioning terletak pada performance above
average
( differentiate ) dan positioning tidak berlaku selamanya
dan membutuhkan evaluasi secara terus menerus. Menyikapi perubahan situasi yang
terjadi saat ini, khususnya mendasari pada
pemahamanresources-based dan market-based untuk
menciptakan competitive advantage. Dan competitive advantage dapat
diciptakan bila memiliki distinctive competencies.
Penjabaran competencies dalam penjabaran pemasaran jasa
tidak terlepas dari marketing mix-services. Marketing mix-service
merupakan marketing mix 4Ps yang dilengkapi 3Ps khusus jasa
yaitupeople, process, dan physical evidence.
Lifestyle Marketing Mix ( LIST )
Rumusan bauran pemasaran gaya hidup ( Lifestyle Marketing
Mix selanjutnya dinamakan LIST ). Yang diperoleh dari penelitian empiris.
Yaitu adalah hal yang sesuai dengan kekhususan bidang jasa salon kecantikan
yang memperhatikan hal-hal yang terkait dengan kebutuhan gaya hidup : Luxury(kemewahan
), Indulgence ( kemanjaan ), Self-image ( konsep diri )
dan admired ( dikagumi ), yang disingkat LISA.
Ekuitas Merek
Pada dasarnya merek adalah identitas product/service atau
company yang mencerminkan nilai dan karakteristik perusahaan atau product/jasa
yang ditawarkan. Merek juga merupakan sebuah promise. Merek dapat berkembang
karena unsure-unsur yang membentuk merek, yaitu :
Communication.
Advertising.
Public relation.
Design.
Promotion.
Marketing activity.
Publication.
Research.
Pada perkembangannya, merek mampu memberikan nilai lebih
bagi perusahaan maupun bagi konsumen karena memiliki ekuitas merek yang
tinggi. Ekuitas merek ( brand equity ) dapat di definiisikan sebagai
berikut :
Sekumpulan asset dan liability yang dimiliki perusahaan yang
berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi
nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa .
Agregasi dari seluruh akumulasi kebiasaan dan pola perilaku
yang tinggal dalam benak konsumen yang akan menghasilkan profit.
Nilai tambah dari merek yang merupakan sinergi yang
dihasilkan dari proses pemasaran strategis.
Dalam brand management, beberapa hal perlu mandapat
perhatian untuk menghindari brand failure. Beberapa catatan kegagalan merek
dapat dirangkumkan dalam Six Deathly Sins of Branding [ Haig, 2003:5-9 ] Yaitu
:
Brand Amnesia.
Brand Megalomenia.
Brand Deception.
Brand Fatigue.
Brand Paranoia.
Brand Irrelevance.
Keller menggambarkan dimensi ekuitas merek dalam 4 dimensi :
Brand
identity
( who are you? )
Brand
meaning
( what are you? )
Brand
response
( what do I think about you? )
Brand
relationship
( what kind of association would I like to have? )
Customer Lifetime Value ( CLV ) dan Ekuitas Pelanggan
(Customer Equity)
Customer Lifetime Value.
Definisi customer lifetime value :
Penjumlahan keuntungan yang dihasilkan oleh seorang
pelanggan dari serial waktu pada periode waktu diskrit [ Mulhern 1999: 25-40 ].
Nilai hubungan pelanggan yang dinyatakan dalam monetary term
[ Bell et al 2002: 80-1 ].
Discounted value dari masing-masing pelanggan pada expected
lifetime sebagai pelanggan suatu perusahaan [ Lovelock and Wirtz 2004: 354-5 ].
Penjumlahan dua net present value, yaitu return on acquisition
spending dua return on retention spending [ Ching et al 2004: 860-67 ].
Keuntungan yang diperolah perusahaan karena memiliki
hubungan pelanggan pada jangka waktu tertentu [Mengadaptasi Lovelock and Writz
2004: 354-5].
Perubahan paradigma pemasaran yang baru menyebabkan
terjadinya transformasi dari brand-centric manuju customer-centric dan sebagai
konsekuensinya maka identifikasi konsumen menjadi penting.
Keberhasilan pemasaran tidak terlepas dari ukuran finansial
dikaitkan dengan customer lifetime value ( CLV ). [ Belt et al
2002:80-1 ]. CLV merupakan pengembangan dari model terdahulu yang dikenal
dengan RFM ( Recency, Frequency, and Monetary ).
Recency : Menunjukan
kurun waktu sejak pembelian terakhir.
Frequency : Menunjukan banyaknya kali pembelian
yang dilakukan pelanggan.
Monetary : Menunjukan jumlah
uang yang dibelanjakan dari perusahaan.
Perbedaan utama CLV dan RFM adalah kerangka waktuny, RFM
mencatat perilaku pelanggan untuk prediksi jangka waktu pendek [Etzion, Fisher
and Hanna, 2005: 421-34].
Komponen dari Customer Lifetime value ( CLV ) menurut Bauer
and Hammerschidt [ 2005: 331-48 ] adalah :
Retention rate. Merupakan tingkat kemungkinan konsumen
akan menjadi loyal untuk pembelian mendatang.
Revenue. Tingkat penjualan yang tercermin dari 4
katagori yaitu :
autonomous revenue.
Up-selling.
Cross-selling.
Contribution margin.
Costs. Adalah biaya yang dikeluarkan pada saat akuisisi
konsumen pertama kali dan dianggap sebagai sunk cost yang berhubungan
pada perhitungan CLV.
Ekuitas pelanggan ( Customer Equity )
Lovelock and Writz [ 2004: 354-55 ], berpandapat bahwa
loyalitas pelanggan merupakan salah satu sumber yang memberikan keuntungan dan
menjadi asset finansial yang sangat penting.
Customer equity adalah salah satu strategi yang tidak hanya
memandang dari sisi customer-centered, tetapi juga dapat meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan secara menyeluruh [ Furrer, 2002: 109 ]
Definisi Ekuitas Pelanggan ( Customer Equity ) :
Total lifetime value dari pelanggan-pelanggan perusahaan [
Maas 2000:106-7 ].
Hasil upaya aktivitas pemasaran yang dilakukan secara
sistematis dalam membangun asset pelanggan [ Deighon 2001 ].
Merupakan penjumlahan discounted customer lifetime value (
CLV ) dari seluruh pelanggan perusahaan. [ Lovelock and Writz 2004: 354-5 ].
Merupakan penjumlahan customer lifetime value ( CLV ) dari
seluruh pelanggan saat ini ( Current Customer ).
Ekuitas palanggan diartikan pula dalam 3 dimensi, yaitu :
Value Equity. Penilaian objective dari pelanggan dalam
menggunakan merek berdasarkan persepsi yang diterima oleh pelanggan.
Brand Equity. Merupakan pendorong penciptaan persepsi
pelanggan atas aspek-aspek yang ditawarkan perusahaan.
Relationship Equity. Dapat dibangun
melalui program loyalitas, special recognitions and treatment, affinity
program, community building program dan knowledge building program
Factor penting dalam membangun ekuitas pelanggan dapat
dilakukan melalui pemikiran penciptaan nilai dari suatu hubungan dengan
pelanggan [ Hosmer 2003: 59-60 ] adalah :
Menempatkan konsumen pada 4 fase daur hidup yaitu
: prospect, first-time and early-repeat buyers, core
customer dan defector.
Merancang program pemasaran yang berbeda untuk setiap
kelompok pelanggan melalui customer acquisition, customer
retention, ataupun add-on selling.
Mengantisipasi terjadinya lack of skill dari pengelolaan
system manajemen data dan menerjemahkannya dalam keputusan menejemen.
Sumber : Lifestyle Marketing, DR. IR. Bernand T.
Widjaja, MM, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009
Categories: Management and Industry
0 komentar:
Posting Komentar