(Export- Oil & Gas- Marine Industries)

Minggu, 24 Juni 2012

Viral Marketing


Viral Marketing
Istilah viral marketing dipopulerkan oleh Tim Draver dan Steve Jurvetson dari perusahaan venture capital pada tahun 1997 yang menjelaskan kesuksesan marketing hotmail sebagai email provider. Ferrel, Hartline & Lucas (2004:106) mengartikan viral marketing is an electronic form of word of mouth communication, sedang Kotler & Amstrong (2004:90) : “Viral marketing is the internet version of word-of-mouth marketing, that involves creating an E-mail message or other marketing event that is so infectious that customers will want to pass it along to their friend.”
Viral adalah tindakan terhadap objek atau pola piker sehingga memiliki kemampuan untuk menyebar dan menduplikasikan diri atau menggunakan objek atau pola pikiran sehingga semmakin menyerupai viral object yang penyebarannya bersifat eksponensial dan membentuk pola penyebaran virus biologis atau epidemic. Tapi itu bukan virus sebanarnya. Anda tidak benar-benar menggunakan virus computer untuk menyebarkan virus computer untuk menyebarkan bisnis anda.
Setiap orang cukup memiliki bentuk pop up iklan dan spywares. Juga dikenal dengan juga sebagai viral iklan sebagai strategi pemasaran untuk membangun kesadaran public pada satu produk atau perusahaan dengan berbagai bentuk media tanpa benar mempromosikan produk dengan memasukan kedalam bentuk adiktif yang bisa membuat seseorang mendapatkan manfaat dan merasa wajib untuk menyebarkan kembali.
Singkatnya viral marketing adalah strategi dan proses penyebaran pesan elektronik yang menjadi saluran untuk mengkomunikasikan informasi suatu prosuk kepada masyarakat secara meluas dan berkembang. Caranya memanfaatkan database pengguna internet yang telah terdaftar dan digunakans ecara masal, contohnya email gratis seperti yahoo, hotmail, gmail, selain memeberikan pelayanan email gratis juga memberikan ebrbagai penawaran prosuk bersamaan dengan layanan email tersebut. Atau penyebaran e-book gratis, akan tetapi menyelipkan beberapa link bisnis didlamnya
Sebenarya viral marketing adalah pengembangan dari system direct selling dengan cara memberikan imbalan khusus yang menyerupai network marketing atau multi level marketing. Letak perbedaan antara viral marketing dengan MLM terletak pada variable produk, perusahaan, harga, system bonus, iuran, target belanja.
Program Viral Marketing asli yang bermunculan di dunia maya (internet), meski masih ada hubungan dengan internet. Sebab dalam pemunculan di dunia maya yang akhirnya dikenal dengan sebutan Viral Marketing, program ini hanyalah sebuah program yang menyebar dari email ke email, tidak dalam bentuk saat ini yang di adopsi oleh perusahaan secara nyata.
Karena itu, sulit sekali menjelaskan seperti apa program viral marketing itu. Tidak ada definisi yang tepat mengenai Viral Marketing, sebab Viral Marketing berawal dari kebiasaan hidup kita sehari-hari. Jika kita merasakan sesuatu hal, entah hal yang positif atau negative, kita akan meneruskannya (bercerita) kepada orang lain. Alasannya, agar orang lain minimal juga bisa ikut merasakannya. Itulah ide Viral Marketing.
Viral Marketing sering juga dikenal dengan istilah V-Marketing, sharing marketing, tell your friends reward programs (TYF program), digital word of mouth marketing, word of mouse marketing, dan sebagainya. Yang paling dikenal adalah istilah viral marketing. Sharing marketing sering juga dikutip orang untuk menjelaskan program ini. Alasannya, karena perusahaan membagikan sebagian keuntungan mereka kepada konsumen. Program marketing ini muncul dan menjadi terkenal setelah era internet dengan e-commerce-nya sebab Viral Marketing memang bermula dari dunia maya.
Pada saat seseorang melakukan sign up sebuah account email baik di hotmail, yahoo, atau lainnya dan mulai berkirim-kirim email, maka tag line paling bawah body mail kita akan menerima injeksi sebuah kalimat atau penawaran secara tidak langsung. Itulah yang disebut Viral Marketing.
Banyak orang menganggap bahwa viral marketing adalah MLM. Tidak! Viral Marketing bukan MLM, termasuk  MLM ala internet, malahan sangat bertolak belakang. Dalam MLM seorang member harus membeli starter kit, wajib mengikuti seminar atau acara-acara yang dilangsungkan oleh perusahaan, dan harus menjual. Tidak demikian di program Viral Marketing. Ketiga alasan itulah yang menjadi perbedaannya yang paling nyata disamping perbedaan-perbedaan lainnya.
Kejadian Sehari-hari
Viral Marketing sebenarnya berawal dari kejadian hidup sehari-hari yang sering kita lakukan. Kita selalu menceritakan apa yang kita alami baik hal yang negative atau positif. Ketika kita habis menonton film yang bagus, kita cerita kepada teman kita, sehabis makan bakso yang enak, sehabis berbelanja disebuah toko yang memberikan diskon, kitapun bercerita kepada teman kita. Alasannya agar teman-teman kita juga merasakan apa yang telah kita alami. Lalu, apa yang perusahaan berikan kepada kita? Tentu tidak ada bukan? Bahkan ucapan terima kasih saja tidak. Disinilah program Viral Marketingmenyiasati. Selalu ada reward dan bonus bagi setiap konsumen yang berhasil menceritakan keunikan perusahaan dalam programnnya ini dan berhasil mengajak temannya menjadi konsumen setia. Jadi, buat apa lagi konsumen harus berbelanja atau mempromosikan perusahaan atau produk lain jika ada produk serupa dan perusahaan sejenis yang menjalankan program ini.
Banyak perusahaan yang tidak menyadarinya, padahal mereka sebenarnya hidup dan berangkat dari kejadian sehari-hari ini. Untuk apa perusahaan menjalankan trik penjualan yang ada? Misalnya memberikan diskon, bonus, undian berhadiah, atau lainnya? Tak lain untuk menarik konsumen agar terus berbelanja bukan? Bila perlu menceritakan kepada teman lainnya dan mengajaknya berbelanja di perusahaan kita. Akan tetapi cara tersebut belum maksimal.konsumen tidak wajib berbelanja diperusahaan kita karena daya tariknya sedikit, tidak demikian di program Viral Marketing.
Kekuatan Program Viral Marketing
Menaklukkan musuh dengan cara berperang adalah hal biasa. Disini yang menentukan adalah kekuatan fisik. Menaklukkan musuh dengan strategi tanpa harus berperang merupakan kejayaan tertinggi dan patut dipuji. Itulah kemenagan sejati! -Sun Tzu-
Saatnya memenangkan perang dengan strategi, seperti kata panglima perang Sun Tzu. Menaklukkan musuh tanpa berperang merupakan kemenangan sejati. Berpikir bahwa untuk menjadi pemenang kita harus mematikan perusahaan lain. Makanya tak heran banyak kasus-kasus sengketa bernuansa hukum antar pengusaha yang satu dengan yang lain, akan tetapi sekarang tidak lagi. Anda tidak perlu frontal menyerang pesaing lain dengan membanting harga jual atau iklan yang saling menjelekkan. Gunakan program Viral Marketing. Biarkan konsumen sendiri yang mematikan perusahaan pesaing anda. Biarkan konsumen melihat kelebihan program Viral Marketing dan niscaya mereka akan menjadi pelanggan setia anda. Jika konsumen sudah setia berbelanja di tempat anda, maka sudah pasti cepat atau lambat pesaing lainnya akan tenggelam dan mereka menjadi heran ada gerakan apakah ini? Inikah kemenagan sejati.
Kekuatan program Viral Marketing benar-benar luar biasa. Saatnya sudah tiba bahwa sebuah perusahaan bisa memenangi persaingan bisnis tidaklah perlu mengandalkan modal besar karena itu hal biasa, semua orang bisa melakukannya. Program Viral Marketing adalah sebuah strategi.
Kekuatan program pemasaran yang sempurna minimal harus bisa menghadapi strategi Predatory Pricing, menyerang dan mempertahankan diri dari konsep bersaing porter, melawan Predatory Pricingsaja tak ada program pemasaran yang mampu bertahan.
Predatory Pricing
Predatory pricing adalah strategi bersaing yang bermain pada harga secara cerdik. Banyak orang mengatakannya licik, bahkan jahat. Namun bisnis adalah perang, hanya mereka yang pandai dan pintar yang akan berhasil. Kalau takut kalah, tidak perlu terjun dalam dunia bisnis, menjadi konsumen saja.Predatory pricing memiliki kekuatan yang sangat luar biasa untuk mematikan sejumlah perusahaan, perusahaan apapun bisa ditaklukkan dengan strategi ini, tetapi strategi ini tidak boleh diusung sendirian, harus ada usaha kombinasi lain misalnya membajak karyawan yang kompeten dalam perusahaan yang kita incar.
Untuk menjalankan strategi in, ada dua prinsip dasar yang harus dimiliki, pertama harus punya modal besar, kedua harus siap menanggung resiko rugi dalam jangka waktu tertentu hingga semua pesaing keluar dari pasar.
Namun predatory pricing tidak akan bertahan lama karena bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, selama ia memenuhi syarat dua prinsip diatas, dan boleh jadu kitapun suatu saat akan menjadi korban Predatory pricing.
Konsep Bersaing Ala Porter
Selain Predatory Pricing, kita mengenal juga Konsep bersaing ala Porter. Menurut Michael E. Porter, sebuah usaha dihadapkan oleh berbagai factor yang akhirnya menentukan kelangsungan usaha itu sendiri. Adala lima factor yang menentukan kelangsungan sebuah usaha yaitu:
1. Tingkat rivalitas yang sudah terjadi
Semakin prospek sebuah usaha, semakin banyak pemain didalamnya. Dengan semakin banyak pemain pada sebuah segmen pasar, maka hukum permintaan dan penawaran pun tidak bisa dielakkan, pasti akan ada yang bermain dalam harga karena sudah tidak punya cara lain untuk bersaing. Permainan harga ini bisa berdampak sangant serius bagi mereka yang modalnya pas-pasan.
2. Ancaman pendatang baru
Tak ada usahawan yang bisa memastikan bahwa tidak akan muncul pendatang baru. Diperlukan strategi yang paling baik untuk menahan masuknya pemain baru. Beberapa perusahaan bernaung pada kebijakan pemerintah dalam hal monopoli, seperti sejumlah perusahaan BUMN , dengan demikian tidak aka nada pemain baru. Dalam sudut pandang bisnis, usaha monopoli ini pun tidak baik, karena tidak ada pesaing, pemain monopoli cenderung melayani konsumen apa adanya, dan konsumen tidak dihadapkan pada pilihan lain yang lebih baik. Karena bantuan pemerintah, perusahaan monopoli cenderung tidak efisien, dan menjadi lahan subur untuk korupsi dan kolusi, para pengelolanya tidak perlu pusing untuk menerapkan strategi bersaing, karena memang tidak ada pesaingnya. Pendatang baru ini juga bisa mempengaruhi hokum permintaan dan penawaran. Sebagai usahawan, kita dituntut memikirkan cara agar pemain yang sudah ada yang sedemikian ketat bersaing ditambah lagi pemain baru. Beberapa cara yang lakukan usahawan yaitu menguasai jalur distribusi produk mereka. Dengan demikian, mereka yang tidak memliki jalur distribusi tidak akan mampu menyaingi pemain lama, alasannya mereka tidak bisa memasarkan produk hingga kekonsumen di berbagai pelosok daerah. Cara lain mungkin dengan menguasai industry tersebut dari hulu ke hilir atau memasuki industry yang memerlukan modal besar, sehingga hanya pemain yang bermodal besar yang dapat terjun didalamnya.
 3. Ancaman produk substistusi
Perusahaan monopoli bisa jadi tidak memiliki pesaing dalam bisnis yang sama, tetapi belum tentu menjadi jaminan tidak akan memiliki ancaman produk substitusi sebab kita tahu hampir semua produk dan jasa ada substitusinya. Karena itu, meski monopoli bisa manjanjikan untuk berhasil dalam bisnis, tetapi tetap saja bukan jaminan dirinya akan terus bertahan. Tanpa adanya peningkatan pada kepuasan konsumen sudah dipastikan lama kelamaan monopoli tersebut akan tergeser. Lebih sulit lagi untuk perusahaanyang bukan monopoli untuk menyiasati hal ini. Karena itu diperlukan strategi yang baik agar konsumen tidak berpindah ke produk substitusi.
4. Kekuatan tawar-menawar pembeli
Konsumen memiliki hak penuh atas pembelanjaan uang mereka. Konsumen mudah sekali untuk dibujuk untuk berpindah tempat belanja. Jika tempat belanja baru dirasakan bisa memberikan manfaat yang lebih, maka mereka bisa pindah. Tak heran jika sejumlah perusahaan mati-matian berpromosi agar konsumen membeli produk mereka atau  konsumen berpindah membeli produk mereka.
5. Kekuatan tawar-menawar pemasok
Pemasok juga sering menjadi masalah sendiri bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Tanpa ada pemasok, maka tak ada satupun perusahaan yang bisa terus menjalankan roda bisnisnya. Jadi, sudah dipastikan bahwa kekuatan supplier ini juga menentukan masa depat sebuah usaha.tanpa ada supplier, usaha kita tak akan jalan. Karena itu, kita bisa menangkap alasan mengapa banyak perusahaan mencoba menguasai industri mereka dari hulu ke hilir. Hal ini untuk mencegah jangan sampai nanti ulah pemasok justru mengandaskan perusahaan mereka. Sebagai usahawan yang cerdik, kita juga dituntut pandai bersikap terhadap pemasok ini. Jika mereka berhenti memasok, sudah pasti perusahaan kita gulung tikar. Belum lagi, jika pemasok mendirikan unit usaha baru untuk memasarkan usaha mereka, diperlukan strategi yang baik untuk meminimalisasi ulah pemasok ini.
Dari Porter tersebut, kita bisa melihat betapa rumit dan tinggi tingkat kompetisi yang dihadapi semua perusahaan. Selain kita bersaing dengan pesaing yang sudah ada, kita juga diancam oleh pemain baru yang bakal hadir. Selain itu, masih harus menghadapi ancaman produk substitusi, harus bisa menjalin hubungan yang baik. Benar-benar dituntu sebuah strategi yang dahsat dan unik untuk bisa menyiasati semuanya. Kabar gembiranya adalah, bahwa program Viral Marketing akan bisa menyiasatinya. Ini merupakan sebuah program yang unik dan dahsyat yang akan membuat kita takjub.
Positioning Sejati
            Ketika usaha kita maju dan berkembang, jangan dulu kita tertawa atau bergembira. Kita perlu melihat apakah benar-benar usaha kita tersebut sudah meraih hati, bahkan pikiran konsumen atau belum.
1. Share of market
Berbicara mengenai seberapa besar produk yang kita jual laris dipasaran. Atau kalau kita membuka toko, seberapa ramainya toko kita. Semakin besar pangsaa pasar yang kita kuasai, maka semakin baik. Sehingga anggapan kita bahwa bakal maju cukup masuk diakal. Share of market berbicara mengenai keberhasilan kita menguasai uang konsumen. Dalam program ini, Viral Marketing jelas akan membuat kita menguasai uang konsumen.
2. Share of heart
Jika kita mengadakan survey atau penelitian pada setiap pelanggan kita dan mengharapkan jawaban mereka secara jujur atas pertanyaan seperti “kalau anda ingin membeli dan memiliki kemanpuan untuk itu, kira-kira produk merek apa dan toko yang bagaimana yang akan anda kunjungi?”. Jangan pernah kaget jika jawabannya ternyata bukan produk atau toko kita. Saat ini, ada begitu banyak orang yang ingin berbelanja dalam program Viral Marketing. Apakah perusahaan kita sudah menjalankan program ini? Sekali lagi, kita harus mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen. Share of heartberbicara mengenai menguasai hati konsumen. Ini jauh lebih penting daripada menguasai uang mereka.
3. Share of mind
Share of mind berbicara mengenai apa yang sebenarnya ada dalam pikiran konsumen mengenai produk atau usaha yang kita jalankan. Disini yang dikuasai adalah pikiran sama seperti share of heart, kita bisa mengadakan semacam survey sederhana untuk mengetahui apa sebenarnya yang ada di benak konsumen mengenai sejumlah produk atau perusahaan. Biasanya produk yang pertamakali terlintas dipikiran konsumen, produk tersebutlah yang bakal suskes dipasaran. Orang-orang akan mengingat dan selalu mengingat apa yang menurut mereka member manfaat  terbaik yang mereka rasakan berharga.
Dengan menjalankan program Viral Marketing, kita bukan saja akan meraih uang mereka (share of market), perusahaan kita juga akan selalu menjadi tempat belanja paling digandrungi atau paling dicari(share of heart). Dan perusahaan kita akan menjadi perusahaan yang paling diinginkan (share of mind).
Langkah-langkah Menjalankan Program Viral Marketing
Berikut ini adalah langkah awal menjalankan sebuah program Viral Marketing bagi semua perusahaan dalam semua lingkup bisnis. Ada lima langkah awal dan setelah itu sistem ini akan berjalan dengan sendirinya tanpa perlu campur tangan:
A)    Pembagian sebagian keuntungan kepada konsumen
Inilah kuncinya. Bukan saatnya lagi mementingkan diri sendiri. Hermawan Kartajaya pernah mengatakan bahwa, untuk menang dalam bisnis dimasa depan, harus didasarkan pada cinta.
Jika margin keuntungan perusahaan Anda saat ini hanya 10%, itu sudah lebih dari cukup untuk menjalankan program ini. Apalagi, jika margin keuntungan lebih besar, tentu lebih bagus. Anda memberikan bonus 3% dari margin tersebut sudah lebih dari cukup. Apalagi, kalau Anda memberikan margin 5% sekali lagi, selama konsep pemasaran konvensional bercokol, maka semakin kuat programViral Marketing akan berkembang.
Jadi, kita harus rela memberikan sebagian keuntungan untuk konsumen. Ini prinsip mutlak, seperti prinsip syariah. Bicarakan dulu dengan dewan direksi perusahaan Anda untuk segera mengadakan rapat memutuskan hal ini, semakin cepat semakin baik.
B)    Mendesain system jenjang level dan bonus
Setelah diputuskan berapa margin keuntungan yang akan dibagikan kepada konsumen, langkah berikutnya adalah menentukan sistem atau level bagaimana bonus ini akan dialokasikan kepada konsumen secara berjenjang. Berapapun level tidak masalah. Semua dikembalikan kepada margin keuntungan yang ingin perusahaan Anda berikan. Akan tetapi, minimal harus tiga level agar jaringan ini lebih hidup. Hindari menggunakan prinsip Spill over, karena system ini tidak akan bisa jalan dengan baik. Tidak boleh membagikan keuntungan semakin besar untuk level semakin bawah.
C)    Memiliki Website perusahaan berikut program yang di desain khusuls untuk Viral Marketing.
Setelah jenjang level ditetapkan, sekarang perlu dibuat program komputerisasi yang menjalankan system Viral Marketing ini, termasuk desain website berikut sistemnya.
D)    Menempatkan diri sendiri atau orang dalam untuk memulai program ini
Setelah program Viral Marketing dibuat dan didesain, sebelum launching program ini kepasar dengan cara promosi biasa, misalnya dipasang spanduk besar memberitahu konsumen Anda menjalankan program Viral Markting atau pameran, Anda perlu memulai menjalankan program ini. Caranya, tempatkan diri sendiri sebagai pemilik usaha atau orang-orang dalam perusahaan sebagai sponsor pertama, upline paling atas. Disinilah awal program ini dijalankan. Sudah tidak diperlukan promosi apapun lagi. Let`s your costumer do your marketing. Akan tetapi, tergantung kembali pada kebijakan perusahaan.
E)    Mempromosikan program ini kepada masyarakat
Setelah langkah-langkah di atas selesai, langkah terakhir adalah memberitahu masyarakat bahwa perusahaan Anda menjalankan program Viral Marketing. Ini mesti karena jika konsumen tidak mengetahuinya, mereka masih akan tetap membelanjakan uang mereka di perusahaan mereka. Cara yang ditempuh misalnya, adakan pameran singkat di mal-mal atau pusat belanja yang ada, iklankan dikoran atau majalah. Ada banyak sekali milis yang didirikana untuk mendukung program Viral Marketing, layaknya virus, maka ia akan menyebar sendiri dengan dahsyat. Setelah promosi awal ini, tentu tidak diperlukan promosi lagi, kecuali perusahaan Anda masih ingin menyiasati promosi sisi-sisi positif perusahaan karena program ini.
Sejumlah kelebihan-kelebihan program Viral Marketing:
Semua perusahaan mengadalkan hidupnya pada penjualan. Dalam arti luas, semua perusahaan mengandalkan pada strategi marketing. Viral Marketing adalah strategi marketing.
Sebuah perusahaan baru bisa bertahan hidup berkembang jika konsumen dating kembali untuk membelanjakan uang mereka dan terus berbelanja. Lebih bagus lagi jika konsumen tersebut bisa mengajak atau merefrensikan teman-teman mereka untuk berbelanja. Itulah yang ditawarkan program Viral Marketing. Konsumen akan menjadi konsumen yang loyal.
Perusahaan yang menjalankan program Viral Marketing akan dibela habis-habisan oleh para konsumennya. Alasannya, perusahaan tersebut juga merupakan bagian dari para konsumen. Viral Marketing adalah konsep baru Franchise.
Program Viral Marketing akan menghemat biaya promosi Anda. Alasannya, konsumenlah yang akan menjadi juru promosi, bahkan jadi tenaga penjual Anda, uniknya mereka tidak akan merasa sebagai karyawan, melainkan sebagai pemilik usaha juga. Sama seperti Anda, mereka akan dengan senang melakukannya.
Program Viral Marketing tidak akan merugikana konsumen Anda, jadi tidak perlu merasa ada beban moral dalam menjalankannya.
Program Viral Marketing akan mematikan pesaing secara ajaib, Anda menjadi pemenang tanpa mengalahkan pesaing-pesaing Anda. andalah pesaing sejati! Anda tidak menurunkan harga jual, tetapi memberikan bonus kepada konsumen. Dengan begitu, Anda tidak melanggar kesepakatan bersama dalam satu asosiasi bisnis.
Anda tidak perlu lagi melakukan edukasi pasar atau positioning sedemikian rupa, sebab semuanya sudah ada dibenak konsumen. Konsumen sudah diap.
 Ada ribuan konsumen yang sudah ada dalam jaringan program Viral Marketing. Mereka sudah pasti akan setia menjadi konsumen Anda. Anda tinggal melihat peluang ini dan merainya. Hanya perlu satu instruksi saja!
Pengetahuan internet akan terus berkembang. Menggunakan program Viral Marketing artinya menyiapkan diri menghadapi perubahan lingkungan bisnis itu sendiri.
Program Viral Marketing tidak meniadakan program marketing lainnya yang Anda lakukan selama ini, malah akan melengkapinya. Sekalipun seorang konsumen tidak ingin bergabung dalam program ini, mereka tetap akan menjadi konsumen Anda. Program ini akan berdiri ditempatnya yang unik.
Dengan mengadopsi prognda membuat perusahaan Anda berada dimana-mana. Internet membuatplace menjadi space dalam marketing mix. Setiap konsumen adalah perusahaan Anda. dimanapun mereka ada, disitu perusahaan Anda berada.
Sumber : Viral marketing on strategy : “Membangun Mega Bisnis dengan Konsep Viral Marketing, Ali Arifin, Penerbit Andi Yogyakarta, 2007
——oooooOOOOOooooo—–

Selasa, 19 Juni 2012

Lifestyle Marketing


Kontribusi Jasa dalam Perekonomian.
Pada era millennium ketiga ini, salah satu tolak ukur kemajuan suatu masyarakat di suatu Negara diukur dari pertumbuhan sector jasanya. Menurut Dunning (1995: 272-274) sector jasa semakin menjadi dominan di Negara maju seiring dengan semakin tingginya tingkat perekonomian.
4 fase tingkat kemajuan :
Natural resources.
Investment Capital.
Investment-Led to Innovation-Led.
Information Processing ( Post-Industrial / Services Stage of Development ).
Pentingnya industry jasa inijuga mempengaruhi daya tarik pertumbuhan industry. Semakin tinggi daya tarik industry, akan menjadi potensi meningkatnya intensitas persaingan (Poter,  1980: 362-5). Dan dalam tingkat persaingan yang semakin ketat dalam global economi ini, sebagian besar perusahaan cenderung over-supply, konsumen memiliki keluasan dalam memilih (Hitt et al 2005: 10-2). Dorongan ekonomi membuat perusahaan saling berlomba dan bersaing untuk tetap exist. Keadaan ini memperpendek product life-cycle maupun industry life-cycle.
Industry Jasa dan Lifestyle.
Perubahan pola kehidupan masyarakat modern cenderung menimbulkan banyak permasalahan dan tekanan. Pola hidup cosmopolitan cenderung dipenuhi dengan stress yang tinggi, hidup serba praktis, ketidak harmonisan pola hidup dll. Pelampiasan dari himpitan keadaan-keadaan tersebut menimbulkan peluang bisnis-bisnis baru yang luar biasa di bidang jasa seperti rumah makan cepat saji, warnet, café, game station dll.
Service Marketing
Karakteristik  Jasa.
Dalam pemasaran jasa ( Service ) terdapat factor karakteristik unik jasa yang berbeda dari pemasaran produk ( Goods ). Keunikan karakteristik jasa dibandingkan produk terletak pada beberapa sifat di bawah ini :
Intangibility :  Sifat jasanya tidak berwujud ( Performance ) yang hanya bisa dirasakan.
Inseparability : Mencarminkan tidak terpisahnya antara provider dan konsumennya, keterlibatan konsumen dalam dalam proses delivery jasa dalam production proses.
Variability  : Performance jasa sangat sulit dikontrol dan sifatnya relative.
Perishability  : Salah satu keterbatasan jasa, karena dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan tidak memungkinkan dilakukan penyimpanan.
            (Czinkota and Ronkainen, 2001 : 539-43)
Oleh Fandy Tjiptono [ 2005: 21-3 ] karakteristik jasa ditambahkan juga bersifat Lack of Ownership. Yang merupakan perbedaan mendasar dibandingkan dengan goods, Jasa tidak memungkinkan dimiliki secara permanen dan pribadi oleh konsumken. Kepemilikan dan akses berjangka waktu tertentu, oleh karenanya diupayakan pemberian penekanan pada manfaat non-ownership, menciptakan system keanggotaan ( membership ) untuk mengasosiasikan dengan kepemilikan dan pemberian system insentif dengan adanya system reservasi dan fasilitas prioritas.
Menurut Rust et al [ 1996: 15-8 ] jasa, meskipun intangible, jasa dikemas dalam 4 komponen :
Service ini merujuk pada kejadian sesungguhnya yang dialami konsumen saat membeli jasa.
Service Product.
Service ini menggambarkan core performance yang dibeli konsumen dengan harapan hasilnya ( outcome ) sesuai dengan keinginannya, termasuk di dalamnya pengalaman dan transfer dalam interaksi denga physical goods dan people dari penyedia jasa.
Service Environment.
Service ini merupakan physical backdrop yang berada di sekitar penyampaian jasa dan sering disebut servicescape. Service environment juga sering kali menunjukan kelas segmentasi dan tanda untuk positioning perusahaan.
Physical Product.
Marketing mix [Kotler, 2000: 21) dapat dilakukan dengan 4Ps :
Product.
Price.
Place.
Promotion.
(Glyn and Barnes)  secara spesifik marketing mix dilengkapi dengan 3Ps :
People.
Proses.
Physical-evidence.
Sedangkan lovelock and Wright menambahkan “ P “ yaitu productivity dan quality.Sedangkan Keegan [1996: 33] menembahkan pentingnya informasi dalam pemasaran dengan menyebutnya “ P “ yaituProbe. Lebih lanjut, Kotler [2000: 435] terdapat tiga hubungan marketing yang dapat terjadi : Gouthier and Schmid [2003: 119-43] memberikan konseptual marketing mix khusus jasa dalam komponen mix yang mamasukan unsure Costumer Knowledge sebagai bagian dari proses jasa oleh konsumen dalam bentuk partisipasi konsumen dalam proses penerimaan jasa sehingga 4Ps marketing mix menjadi :
People.
Process.
Physical-Evidence, dan
Participating Customer.
Hubungan internal marketing ( hubungan company to employee ). Menggambarkan tugas untuk melakukan training dan memotivasi karyawan.
Hubungan external marketing ( hubungan company to customer ). Menggambarkan pekerjaan umumnya untuk mempersiapkan price, distribute, dan prompote service ke konsumen.
Interactive marketing ( hubungan employee dengan customer ). Aplikasi dari kedua hubungan sebelumnya.

Manajemen jasa pada Wellness Center, Beauty Industries, dan Hospitaly Industries.   
Dalam service, salah satu keberhasilan dalam persaingan adalah dengan menciptakan competitiveness. Ini dikatakan berhasil apabila perusahaan dapat menciptakan kepuasan konsumen dengan menggunakan keunggulan individual product market.
Salah satu kunci keberhasailan tersebut adalah melalui relationship yang baik.
Berikut 3 dimensi relationship :
Reach. Merupakan dimensi untuk mendapatkan akses dan connection dengan konsumen.
Richness. Merupakan dimensi untuk mengetahui alur informasi timbal balik.
Affiliation. Merupakan dimensi untuk menentukan fasilitas yang digunakan untuk berinteraksi dengan konsumen.
Menurut Cressy [ 2003, 109-11 ], perkembangan jasa industry lifestyle juga dipengaruhi oleh polaproduct life-cycle. Pada masa growth atau decline, product yang dijual dapay diamati dari cirri-ciri sebagai berikut :
Growth.
Fashionable.
 Peningkatan demand yang baik.
Kualitas prima dalam persepsi konsumen.
 Meningkatkan kualitas hidup penggunanya.
Benefit yang tinggi bagi konsumennya.
Environtment Friendly.
Memenuhi kebutuhan konsumen.
 Therapeutic.
Decline.
 Pasar product telah jenuh.
Fashion sudah tertinggal.
Terbukti product yang ditawarkan tidak efisien.
Tidak diterima sesuai harapan konsumen.
Cost menjadi penghambat.
Not environment friendly.
Kebutuhan Gaya Hidup
Consumer Behavior.
Costumer Behavior muncul akibat dorongan factor belum terpenuhinya needs, wants, dan desireseseorang yang menimbulkan tension.
[Schiffment & Kanuk, 1997: 83-86] Consumer behavior muncul dalam dorongan individual goals.
Motivasi dan teori kebutuhan akan menjadi factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen yang tercermin dalam customer behavior-nya. Menurut Hawkins et al [ 2007: 480-1 ] consumer decision process juga dimulai dari adanya interaksi factor external dan internal yang mempengaruhi self-concept dan lifestyle individu yang mendorong needs dan desires untuk proses pengambilan keputusan.
[Kurt and Clow 1998:36-47] memiliki pendapat yang sependapat, bahwa keputusan pembelian oleh konsumen ( pre-purchase phase ) dipengaruhi oleh internal factors, external vactors, firm production factors dan risk.
Unsur-unsur factor internal konsumen :
Motivasi.
Persepsi.
Pembelanjaan.
Kepribadian.
Sikap.
External factors terdiri atas :
Competitive options yang tersedia bagi konsumen.
Social context.
Word of mounth.
Firm-produced factors adalah pengaruh-pengaruh yang yang mempengaruhi konsumen akibat kegiatan marketing yang disusun perusahaan.
Risk factors adalah konsumen berusaha memperkecil resiko karena konsumen berpersepsi bahwa service lebih besar resikonya dibandingkan goods.
Psychographics.
Arti penting Psychographics dilandaskan pada kenyataan yang didasarkan pada tingkat variable sebagai berikut :
Perubahan dari psycholography menjadi individual behavior.
Social life.
Communication.
Consumption.
Commerce.
Lifestyle
Lifestyle merupakan bagian dari customer behavior dan didifinisikan sebagai berikut :
Pengejawantahan activities, interest, dan opinions kehidupan suatu kelompok masyarakat. [ Walker et al 1999: 176-7 ]
Aktifitas manusia dalam hal mengisi waktu, minat terhadap hal yang dianggap penting, dan opini terhadap diri sendiri dan orang lain.
Perilaku individu yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas, minat dan pandangan individu untuk mengaktualisasikan kepribadiannya karena pengaruh interaksi dengan lingkungannya.
Customer Satisfaction, Customer Value, dan Customer Loyality.
Customer Satisfaction.
[McQuitty et al,. 2000:1-18] Customer Satisfaction merupakan dasar dari marketing concept. Customer Satisvaction juga hal yang penting berkaitan dengan firm profitability dan repurchase probability.
Dalam review yang dilakukan terdapat tiga hubungan yang penting, yaitu :
Satisfaction adalah fungsi dari expectation, perceived performance, dan disconrirmation.
Keinginan yang kuat untuk repurchase adalah fungsi dari customer satisfaction.
Choise adalah fungsi dari expectation dan intention untuk repurchase.
Hubungan tersebut terintegrasi dalam satu model yang disebutnya satisfaction-based repeat purchase behavior model.
Nilai Pelanggan.
Tipe pemilihan keputusan membeli membeli konsumen dipengaruhi oleh consumption value yang meliputi :
Functional value, perceived utility yang diterima dari penyediaan manfaat dari pemilihan kepemilikan dan manfaat yang disiapkan untuk konsumen.
Social value, perceived utility yang diperolah dari keputusan pembelian oleh konsumen yang berkaitan dengan reference group.
Emotional value, diperoleh apabila dapat menstimuli perasaan dan emosi konsumen.
Epistemic value, didapatkan ketika keputusan membeli dipersepsikan dapat memuaskan keinginan akan knowledge, provide novelty atau curiosity.
Conditional value, perceived utility diperoleh ketika pemilihan alternative karena factor-faktor situasi.
Perilaku setelah pembelian merupakan post-purchase phase.
Pada tahap ini, konsumen melakukan evaluasi quality secara menyeluruh baik satisfaction dan dissatisfaction. Satisfied customer akan melakukan post-purchase actions termasuk repeat purchase,customer loyalty dan positive word of mouth. Sedangkan dissatisfied customer melakukan tindakanswitching vendors, dan negative word of mouth communications.
Satisfaction dalam jangka panjang menciptakan loyalitas pelanggan dan secara bertahap loyality dapat terbentuk sebagai berikut [ Oliver, 1977: 492-5 ]
Cognitive Loyality.
Affective Loyality.
Conative Loyality.
Action Loyality.
Loyality and purchase cycle menurut Griffin [ 2003: 18-20 ] terdiri dari 5 langkah :
Kesadaran ( Awareness ).
Pembelian awal ( Initial Purchase ).
Evaluasi pasca-pembelian ( Post-purchase evaluation ).
Keputusan membeli kembali.
Pembelian kembali.
Penciptaan loyality dapat dilakukan dengan twelve laws of loyalty yang dikemukakan Griffin [ 2003: 20-21 ] dan diadaptasi sebagai berikut :
 Built staff loyalty.
Practice the 80/20 rule.
Know your loyalty stages and ensure your customers are moving through them.
Serve firs, sell second.
Aggressively seek out customer complaints.
Get responsive and stay that way.
Know your customer’s definition of value.
Win back lost customers.
Use multiple channels to serve the same customers well.
Give your front line the skill to perform.
  Collaborate your channel partners.
Store your data in one centralized database.
Selanjutnya ditambahkan oleh Bernand T. Widjaja [ 2006: 56 ]
Relationship, relationship !
Personal loyality.
Innovation.
Dengan demikian, pemahaman mengenai loyalitas pelanggan tidaklah semata-mata membangun dan memelihara konsumen menjadi pelanggan setia, namun juga memberikan peningkatan nilai bagi perusahaan ( brand value ) maupun memberikan tingkat profitabilitas yang wajar dan mampu memberikan kontribusi yang memadai.
Marketing strategy
Customer Target and Segmenting
Meskipun jasa memiliki karakteristik yang berbeda dari goods, namun bisnis jasa juga harus tetap menentukan pilihan strategi. Adalah hal yang penting bagi perusahaan untuk melakukan focus pada upayanya melayani pelanggan dengan baik. Focus diartikan menyediakan bauran jasa yang sempit untuk segmen pasar tertentu, yaitu suatu kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik, kebutuhan, perilaku pembelian atau pola konsumsi. Konsep ini merupakan strategi penting dan dapat dibagi menjadi 2 hal yaitu :
1)    Focus pasar ( market focus ). Focus ini mengilustrasikan besarnya pasar atau banyaknya pasar yang dilayani oleh perusahaan.
2)    Focus jasa ( service focus ). Focus ini mengilustrasikan pada luasan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Salah satu tahap penting dan kritis dalam penyusunan strategi adalah bergantung pada penentuan target konsumen yang tepat. Secara umum, customer segmentation untuk customer market dapat dilakukan berdasarkan :
Demographic factors ( age, income, sex, etc )
Socioeconomic factors ( social class, stage in the family cycle )
Geographic factors ( cultural, regional, and national different )
Psychological factors ( lifestyle, personality strait )
Consumption pattern ( heavy, moderate, light user )
Perceptual factors ( benefit segmentation, perceptual mapping )
Penjabaran deskripsi customer markets berdasarkan behavior yang paling umum didasarkan pada :
Lifestyle. Merupakan salah satu behavior yang berkembang selaras dengan pola kehidupan modern saat ini
Social class. Merupakan suatu deskripsi dari kelompok status yang tumbuh dan diakui dalam kehidupan social masyarakat.
Interest. Segmentasi ini didasarkan pada kesamaan ketertarikan atau peminatan seperti hobbies dll.
Service Marketing Mix ( SERV )
Pada tahap selanjutnya, segmentasi yang telah ditetapkan perlu dilakukan targeting dan positioning [ Kotler 2003: 136-38 ]. Mengutip beberapa pendapat terkait positioning, menurut Michael Treacy and Fred Wiersama, menentukan positioning adalah berdasarkan product leadership, operational excellence, dan customer intimacy. Sedangkan menurut Fred Crawford and Ryan Mathew, menentukan positioning berdasarkan product, price, easy to access, value-added service, dan customer experience.
Inti dari positioning terletak pada performance above average
( differentiate ) dan positioning tidak berlaku selamanya dan membutuhkan evaluasi secara terus menerus. Menyikapi perubahan situasi yang terjadi saat ini, khususnya mendasari pada pemahamanresources-based dan market-based untuk menciptakan competitive advantage.  Dan competitive advantage dapat diciptakan bila memiliki distinctive competencies.
Penjabaran competencies dalam penjabaran pemasaran jasa tidak terlepas dari marketing mix-services. Marketing mix-service merupakan marketing mix 4Ps yang dilengkapi 3Ps khusus jasa yaitupeople, process, dan physical evidence.
Lifestyle Marketing Mix ( LIST )
Rumusan bauran pemasaran gaya hidup ( Lifestyle Marketing Mix  selanjutnya dinamakan LIST ). Yang diperoleh dari penelitian empiris. Yaitu adalah hal yang sesuai dengan kekhususan bidang jasa salon kecantikan yang memperhatikan hal-hal yang terkait dengan kebutuhan gaya hidup : Luxury(kemewahan ), Indulgence ( kemanjaan ), Self-image ( konsep diri ) dan admired ( dikagumi ), yang disingkat LISA.
Ekuitas Merek
Pada dasarnya merek adalah identitas product/service atau company yang mencerminkan nilai dan karakteristik perusahaan atau product/jasa yang ditawarkan. Merek juga merupakan sebuah promise. Merek dapat berkembang karena unsure-unsur yang membentuk merek, yaitu :
Communication.
Advertising.
Public relation.
Design.
Promotion.
Marketing activity.
Publication.
Research.
Pada perkembangannya, merek mampu memberikan nilai lebih bagi perusahaan maupun bagi konsumen karena memiliki ekuitas merek yang tinggi. Ekuitas merek ( brand equity ) dapat di definiisikan sebagai berikut :
Sekumpulan asset dan liability yang dimiliki perusahaan yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa .
Agregasi dari seluruh akumulasi kebiasaan dan pola perilaku yang tinggal dalam benak konsumen yang akan menghasilkan profit.
Nilai tambah dari merek yang merupakan sinergi yang dihasilkan dari proses pemasaran strategis.
Dalam brand management, beberapa hal perlu mandapat perhatian untuk menghindari brand failure. Beberapa catatan kegagalan merek dapat dirangkumkan dalam Six Deathly Sins of Branding [ Haig, 2003:5-9 ] Yaitu :
Brand Amnesia.
Brand Megalomenia.
Brand Deception.
Brand Fatigue.
Brand Paranoia.
Brand Irrelevance.
Keller menggambarkan dimensi ekuitas merek dalam 4 dimensi :
Brand identity                       ( who are you? )
Brand meaning                    ( what are you? )
Brand response                   ( what do I think about you? )
Brand relationship               ( what kind of association would I like to have? )
Customer Lifetime Value ( CLV ) dan Ekuitas Pelanggan (Customer Equity)
Customer Lifetime Value.
Definisi customer lifetime value :
Penjumlahan keuntungan yang dihasilkan oleh seorang pelanggan dari serial waktu pada periode waktu diskrit [ Mulhern 1999: 25-40 ].
Nilai hubungan pelanggan yang dinyatakan dalam monetary term [ Bell et al 2002: 80-1 ].
Discounted value dari masing-masing pelanggan pada expected lifetime sebagai pelanggan suatu perusahaan [ Lovelock and Wirtz 2004: 354-5 ].
Penjumlahan dua net present value, yaitu return on acquisition spending dua return  on retention spending [ Ching et al 2004: 860-67 ].
Keuntungan yang diperolah perusahaan karena memiliki hubungan pelanggan pada jangka waktu tertentu [Mengadaptasi Lovelock and Writz 2004: 354-5].
Perubahan paradigma pemasaran yang baru menyebabkan terjadinya transformasi dari brand-centric manuju customer-centric dan sebagai konsekuensinya maka identifikasi konsumen menjadi penting.
Keberhasilan pemasaran tidak terlepas dari ukuran finansial dikaitkan dengan customer lifetime value ( CLV ). [ Belt et al 2002:80-1 ]. CLV merupakan pengembangan dari model terdahulu yang dikenal dengan RFM ( Recency, Frequency, and Monetary ).
Recency       : Menunjukan kurun waktu sejak pembelian terakhir.
Frequency    : Menunjukan banyaknya kali pembelian yang dilakukan pelanggan.
Monetary      : Menunjukan jumlah uang yang dibelanjakan dari perusahaan.
Perbedaan utama CLV dan RFM adalah kerangka waktuny, RFM mencatat perilaku pelanggan untuk prediksi jangka waktu pendek [Etzion, Fisher and Hanna, 2005: 421-34].
Komponen dari Customer Lifetime value ( CLV ) menurut Bauer and Hammerschidt [ 2005: 331-48 ] adalah :
Retention rate. Merupakan tingkat kemungkinan konsumen akan menjadi loyal untuk pembelian mendatang.
Revenue. Tingkat penjualan yang tercermin dari 4 katagori yaitu :
 autonomous revenue.
 Up-selling.
 Cross-selling.
 Contribution margin.
Costs. Adalah biaya yang dikeluarkan pada saat akuisisi konsumen pertama kali dan dianggap sebagai sunk cost yang berhubungan pada perhitungan CLV.
Ekuitas pelanggan ( Customer Equity )
Lovelock and Writz [ 2004: 354-55 ], berpandapat bahwa loyalitas pelanggan merupakan salah satu sumber yang memberikan keuntungan dan menjadi asset finansial yang sangat penting.
Customer equity adalah salah satu strategi yang tidak hanya memandang dari sisi customer-centered, tetapi juga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan secara menyeluruh [ Furrer, 2002: 109 ]
Definisi Ekuitas Pelanggan ( Customer Equity ) :
Total lifetime value dari pelanggan-pelanggan perusahaan [ Maas 2000:106-7 ].
Hasil upaya aktivitas pemasaran yang dilakukan secara sistematis dalam membangun asset pelanggan [ Deighon 2001 ].
Merupakan penjumlahan discounted customer lifetime value ( CLV ) dari seluruh pelanggan perusahaan. [ Lovelock and Writz 2004: 354-5 ].
Merupakan penjumlahan customer lifetime value ( CLV ) dari seluruh pelanggan saat ini ( Current Customer ).
Ekuitas palanggan diartikan pula dalam 3 dimensi, yaitu :
Value Equity. Penilaian objective dari pelanggan dalam menggunakan merek berdasarkan persepsi yang diterima oleh pelanggan. 
Brand Equity. Merupakan pendorong penciptaan persepsi pelanggan atas aspek-aspek yang ditawarkan perusahaan.
Relationship Equity. Dapat dibangun melalui program loyalitas, special recognitions and treatment, affinity program, community building program dan knowledge building program
Factor penting dalam membangun ekuitas pelanggan dapat dilakukan melalui pemikiran penciptaan nilai dari suatu hubungan dengan pelanggan [ Hosmer 2003: 59-60 ] adalah :
Menempatkan konsumen pada 4 fase daur hidup yaitu : prospect, first-time and early-repeat buyers, core customer dan defector.
 Merancang program pemasaran yang berbeda untuk setiap kelompok pelanggan melalui customer acquisition, customer retention, ataupun add-on selling.
Mengantisipasi terjadinya lack of skill dari pengelolaan system manajemen data dan menerjemahkannya dalam keputusan menejemen.
Sumber : Lifestyle Marketing, DR. IR. Bernand T. Widjaja, MM, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009

Senin, 18 Juni 2012

Investasi sebagai modal


Pilih Investasi Emas?

Image via Wikipedia
Emas, memiliki stabilitas lebih baik ketimbang jenis investasi lainnya. Data Indonesia Commodity and Derivatives Exchange menunjukkan, volatilitas emas dalam satu tahun sebesar 18,7 persen. “Ini yang menyebabkan China switch (beralih) investasi ke emas,” kata Megian. Sementara itu, tingkat imbal hasil dari emas dalam dua tahun sebesar 27-30 persen.
Investasi emas menawarkan cara yang sangat baik bagi investor untuk menyimpan kekayaan saat ekonomi sulit. Logam emas jauh lebih stabil dibandingkan dengan investasi jenis lain.
Saat ini harga emas tengah melonjak menyusul kekhawatiran investor terhadap perekonomian Amerika Serikat. Permintaan emas terus meningkat karena investor lebih percaya diri memegang emas daripada uang tunai.Lihat saja, dalam satu tahun terakhir, harga emas melambung hingga 30 persen. Pada September 2009, harga emas masih di bawah US$1000 per ons (28,35 gram), saat ini telah mendekati US$1.300. Bahkan ini merupakan angka tertinggi sepanjang masa.
Connell Shaun, blogger yang juga investor keuangan menulis tujuh cara berinvestasi di logam mulia ini. Tulisan ini dipublikasikan DoughRoller.net,  situs perusahaan manajemen investasi dan keuangan di Amerika Serikat. Mengacu artikel tersebut, VIVANews memformulasikan kembali tips investasi emas disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

1. Emas batangan
Investor yang berinvestasi emas akan memilih emas batangan. Emas batangan dianggap sah bila kemurniannya mencapai 22-24 karat. Di Indonesia, emas batangan bisa dibeli di PT Aneka Tambang Tbk divisi Logam Mulia maupun di Perum Pegadaian. Anda bisa bertransaksi online melaluilogammulia.com atau menghubungi nomor telepon 021-299 80 900.
Emas batangan terdiri dari bermacam ukuran, mulai dari 25 gram, 50 gram, 100 gram, dan 1 kilogram. Emas dalam bentuk ini sangat cocok untuk sarana Investasi. Di mana pun kapan pun kita ingin menjualnya, nilainya tetap mengikuti standar international.
2. Emas simpanan
Anda mungkin tidak ingin menyimpan emas fisik di rumah karena risiko pencurian. Karena alasan ini, emas bisa disimpan di safety box di bank maupun yang lain. Atau bila Anda melihat bullionvault.com, perusahaan ini menyediakan transaksi emas sekaligus menyimpannya.

3. Reksa dana emas
Reksa dana emas merupakan cara lain untuk berinvestasi di logam mulia ini. Anda tak perlu benar-benar memegang fisik emas, tapi Anda bisa mengambil manfaatnya.
Reksa dana emas biasanya tidak hanya ditanamkan pada perdagangan emas fisik, tetapi juga melibatkan transaksi saham perusahaan-perusahaan tambang emas. Sebelum menentukan investasi di reksa dana ini, biaya pengelolaan, beban dana, dan nilai aktiva bersih harus dipertimbangkan.
Konsultasikan dulu dengan penasihat keuangan penyedia reksa dana. Reksa dana emas mungkin akan memberikan kestabilan dalam investasi Anda, tapi emas fisik jauh lebih stabil. Namun, di Indonesia, reksa dana emas tampaknya belum cukup populer.
4. Saham pertambangan emas
Investor yang ingin berinvestasi emas tanpa memiliki fisik logam juga dapat memilih jenis ini. Anda bisa membeli saham pada perusahaan pertambangan emas. Investor mengharapkan harga saham perusahaan pertambangan emas naik karena harga emas naik. Namun, dua peristiwa ini tidak selalu kongruen.
Investor dapat menentukan keberhasilan saham dengan memeriksa biaya biaya produksi emas versus harga emas. Jika harga emas adalah US$700 per ons dan biaya untuk memproduksi emas adalah US$300, maka profit margin tambang emas adalah US$400.
Jika harga emas meningkat 10 persen, akan ada peningkatan laba tambang emas itu sekitar 20 persen. Sebaliknya, penurunan harga juga akan menghasilkan penurunan 20 persen. Karena itu, beberapa perusahaan pertambangan emas melindungi investasi mereka dengan lindung nilai harga emas 18 bulan ke depan. Di Indonesia, salah satu emiten di tambang emas adalah PT Aneka Tambang Tbk.
5. ETF emas
Exchange Traded Fund (ETF) merupakan reksa dana yang diperdagangkan di bursa efek. Anda bisa melakukan transaksi ini dengan reksa dana yang berbasis emas. Sayangnya investasi ETF di Indonesia belum berjalan baik.
6. Emas berjangka
Emas berjangka merupakan cara lain berinvestasi emas tanpa memiliki fisik emas. Jual beli emas membutuhkan kontrak dengan jangka tertentu. Harganya juga dinyatakan dalam kontrak. Jika harga emas pada tanggal kontrak lebih tinggi dari harga emas saat kontrak dibuat, maka investor akan menghasilkan keuntungan. Namun, jika harga lebih rendah, investor akan rugi.
Berinvestasi dalam emas berjangka mungkin merupakan investasi yang berisiko, karena investor harus memprediksi gerak harga emas ke depan.
7. Perhiasan dan koin emas
Koin emas, terutama yang langka, sangat bernilai dalam investasi. Ini bukan hanya karena nilai emasnya tetapi juga karena nilai kelangkaan. Sedangkan perhiasan emas adalah cara umum investasi di logam ini. Perhiasan emas bisa Anda pilih sekaligus sebagai investasi dan gaya hidup.
Sayangnya keuntungan investasi ini sangat sedikit. Sebab ketika Anda membeli perhiasan, uang yang Anda bayarkan terdiri untuk harga emasnya, ongkos pembuatan, desain, dan merk. Sedangkan bila dijual, Anda hanya mendapatkan nilai emasnya saja. (hs)

Percaya awal segalanya

Inilah modal utama yang membuat hidup anda sukses atau tidak. awal keyakinan berasal dari mimpi memang mimpi itu pasti tinggi namun mimpi yang diyakini pasti akan berujung pada hasil tapi hasil tersebut sudah pasti diimbangi dengan usaha.


Sedikit contoh dari kakak kelas saya yang tekun dan  ulet mereka pantang menyerah menghadapi mimpi mereka mereka "yakin" dan keyakinan tersebut berujung pada kata "bisa" dan kata bisa itulah kata kunci pertama untuk meraih kesuksesan.


banyak orang terkesan dengan kekayaan namun apakah kekayaan membawa kebahagiaan?
belum tentu karna orang orang tersebut hanya menikmati dan belum tentu "percaya", percaya pada takdir tuhan yang telah memberikan rezeki yang baik pada umatnya.



Etos Kerja

Etos Kerja : Definisi, Fungsi Dan Cara Menumbuhkan Etos Kerja
Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya.
Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000 : 25)
Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang,motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:8).
Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .
Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).
Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Cara Menumbuhkan Etos Kerja :

1. Menumbuhkan sikap optimis :
Mengembangkan semangat dalam diri
Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
Lepaskan impian
Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
Jangan buang waktu dengan bermimpi
Jangan takut untuk gagal
Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
Latihan berkonsentrasi
Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
Semangat : keinginan untuk bekerja.
Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)
Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/


Minggu, 17 Juni 2012

"BURN OUT" dalam organisasi


Fenomena “Burnout” Dalam Organisasi
Akhir-akhir ini, perhatian makin diberikan kepada suatu fenomena yang disebut burnout yang artinya “terbakar habis”. Kondisi ini menimpa sejumlah karyawan manajemen dan pengawasan, khususnya orang-orang yang berprestasi dan para pelaku mandiri. Alasannya karena orang ini mengetahui bagaimana cara menyembunyikan kelemahan mereka dengan baik, burnout tidak kelihatan pada masa awal. Namun hal ini terlihat jelas bagi orang disekitarnya begitu keadaan muncul.
http://elqorni.files.wordpress.com/2010/09/screenshot-432.jpg?w=300&h=244Namun belum ada definisi umum yang diterima, burnout dapat digambarkan sebagai berkurangnya vitalitas, energi, sumber dari dalam serta kemampuan untuk berfungsi dari seseorang secara terus menerus.
Fenomena ‘ burnout’ telah telah dianalisa sejak awal tahun  1970-an ( Pastore & Judd, 1992 ). Namun sampai sekarangagak sulit menemukan  definisi operational yang konkrit tentang ‘ burnout’. Freudenberger (1980: 74 ) mendefinisikan  ‘burnout’ sebagai : ” …a state of fatigue or frustration brought about by devotion to a cause, way of life, or relationship that failed to produce the expected reward.”  Sering kali banyak kekeliruan di kalangan penulis untuk menggunakan  konsep yang sama antara  ‘burnout’ dan tekanan (stress). dua istilah  ini telah digunakan secara silih berganti dalam berbagai penulisan walaupun pada hakikatnya ada perbedaan  di antara kedua-dua konsep tersebut, karena sangat sulit membedakan karena keduanya. Selain ada  persamaan ciri-ciri dan simptoms-simptomps pada individu yang mengalami masalah-masalah tersebut.
Menurut Lazarus (1966) dan Selye (1976), ” burnout is usually a result of unmediated stress, and in several theories certain stress reactions are referred to in terms that are similar to those used to describe burnout. “( Friedman, 1995). Farber (1983:3) pula menyimpulkan bahawa ” in general burnout can be conceptualized as a function of the stresses engendered by individual, work-related and societal factors “
Maslach dan Pines telah mengkaji tentang ‘burnout’ dari perpektif sosial-psikologikal. Kajian mereka telah berhasil menciptakan teori yang  dikenal sebagai Maslach Burnout Inventori. Inventori ini telah digunakan secara meluas untuk menentukan tiga faktor dalam mengukur ‘burnout’ terhadap individu. Faktor-faktor tersebut adalah dari segi keletihan emosi ( emotion exhaustion), gangguan keperibadian sendiri  (depersonalization ), dan pencapaian pribadi ( personal accomplishment ). Di samping itu, Maslach dan Pines percaya bahwa kriteria  kerja/job description/tugas dalam sebuah organisasi adalah faktor penyebab utama  lahirnya  ‘ burnout’ ( Gold & Roth, 1993 ).
Maslach dan Pines(1981) ada tiga komponen kriteria seseorang mengalami  ‘burnout’ yaitu , keletihan ( exhaustion ) fizikal, emosi dan mental. Sehubungan itu, daripada kajian Pines dan Aronson (1981), ‘ burnout’ dicirikan sebagai suatu keadaan yang dialami oleh mental-emosi dan Fisik  individu seperti kelesuan, kemurungan, optimistik, perasaan terperangkap, perasaan tidak berguna, dan perasaan energetik ( Fejgin et.al,1995 ).
Korban burnout merasa terjepit, kehabisan tenaga dan kosong. Dia merasa kecewa, sinis, mudah tersinggung dan tegang. Kepada orang lain dia terlihat marah atau depresi dan menarik diri. Setiap masalah kecil dapat menyulut rekasi kemarahan atau kehinaan. Saran-saran baik atau penawaran bantuan semuanya tidak didengar.
Korban burnout merasa bahwa kehidupan dan pekerjaannya telah kehilangan arti. Apa yang dahulunya menggairahkan dan menantang sekarang menjadi membosankan. Hari kerja seakan urusan yang menyakitkan dan membuatnya frustasi. Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan, terlalu banyak gangguan yang tidak perlu yang harus ditahan, terlalu banyak masalah sepele yang harus diperhatikan dan tidak ada penghargaan yang dapat dibanggakan pada akhir hari kerja. Banyak orang yang menjadi korban burnout menjadi pengawas jam yang kronis, “santai”, Menghindari tanggungjawab atau orang yang sering mangkir atau mereka pergi kerja dengan cara seperti robot.
___________________________
Ujian kuosien “Burnout” Anda
(terlalu banyak jawaban “YA” merupakan tanda peringatan ) YA/TIDAK
1. ________ Apakah anda selalu merasa tertekan untuk mencapai keberhasilan ?
2. ________ Apakah anda cepat lelah ? merasa letih dan tidak energik?
3. ________ Apakah anda perlu selalu mencari hiburan untuk menghindari perasaan bosan?
4. ________ Apakah orangorang mengjengkelkan anda dengan berkata : “Anda tidak kelihatan begitu
sehat akhir-akhir ini”?
5. ________ Apakah anda bekerja makin keras tetapi menghasilkan makin sedikit?
6. ________ Apakah satu bidang kehidupan anda secara tidak seimbang menjadi penting bagi anda?
7.________ Apakah anda semakin sinis dan kecewa?
8.________ Apakah anda tidak dapat bersantai?
9.________ Apakah anda tidak luwes ketika memutuskan sesuatu?
10. ________ Apakah anda sering terserang oleh kesedihan yang tidak dapat anda jelaskan?
11.________ Apakah anda melupakan perjanjian, batas akhir atau milik-milik pribadi?
12.________ Apakah anda makin mudah tersinggung?makin mudah marah? makin kecewa
dengan orang-orang       disekitar anda?
13. ________ Apakah anda begitu menyatu dengan kegaitan-kegiatan anda, sehingga bila mereka gagal,
anda juga  merasa gagal?
14. ________ Apakah anda selalu khawatir dalam menjaga citra anda?
15. ________ Apakah anda terlalu sibuk untuk melakukan sesuatu bahkan hal-hal rutin seperti menelpon
seseorang dan membaca laporan?
16. ________ Apakah anda tidak mampu tertawa dengan lelucon-lelucon tentang diri anda sendiri?
17. ________ Apakah anda tidak dapat berbicara dengan orang lain ?
18. ________ Apakah anda merasa terputus ketika kegiatan dalam hari kerja habis?
19. ________ Apakah sasaran anda tidak jelas, berubah-rubah antara jangka panjang dan jangka pendek?
20. ________ Apakah kesenangan anda sukar dipahami? ————————————————————————————————————————————-
Apa penyebab burnout?
Para pakar belum mencapai kesepakatan tentang apa yang persis menyebabkan burnout. Beberapa orang menghubungkannya dengan ” kelahiran masyarakat yang gila serta waktu kapan kita hidup”, yang ditandai dengan tekanan yang berlebihan, perubahan mobilitas, birokrasi serta mekanisasi. Yang lainya merasa bahwa faktor situasi dan disposisi yang harus dipersalahkan. Tanda umum dari sebagian korban burnout tanpaknya berbentuk suatu pola usaha keras untuk mencapai harapan atau sasaran yang tidak realistis ditambah dengan tidak menyadari kemampuan mereka sendiri atau situasi.Mereka nampaknya tidak menyadari bahwa ketika puncak ambisi mereka terlalu tinggi, kekecewaan dan frustasi selalu selalu akan menunggu diakhirnya. Korban burnout selalu mulai dengan harapan-harapan yang tinggi, mendorong diri mereka sendiri terlalu keras… berupaya keras terlalu lama.
Akhirnya ketidaksesuaian antara upaya dan hasil terlihat jelas, mereka menjadi kecewa.Mereka kehilangan penyulut utama yang digambarkan Joseph C. Yeager (2000:205) adanya kemunduran “tiga E” yaitu enthuasm (antusiasme), excitement (kegairahan), dan energy (energi) menjadi “tiga D”,drudgery (kebosanan), dullness (tidak ada variasi) dan demotivation (hilangnya motivasi)Penanggulangan
Apa yang harus dilakukan dengan korban burnout ?untungnya, terdapat banyak orang yang akan terhentak dari apatis dan stagnasi menjadi antusisme dan energi tanpa intervensi dan bantuan dari luar. Yang lain-lainnya dapat diselamatkan dengan intervensi terapi. Tetapi ada juga dari korban burnoutyang keadaanya tanpak kronis dan yang tidak dapat dibantu dengan mudah. Beberapa juru bicara di industri menunjukan bahwa bila dihadapkan dengan keadaan ekonom yang sulit, bisnis dan industri lebih baik menerapkan prosedur triage yang digunakan oleh unit-unit medis lapangan selama waktu perang. Dalam triage, para korban diamsukan kedalam satu dari tiga kelompok :
kelompok pertama terdiri dari orang-orang yang kemungkinan hidupnya ha[pir tidak ada, apakah ada bantuan atau tidak.
kelompok kedua bukan hanya dapat hidup tetapi juga akan sembuh, apakah ada bantuan atau tidak.
yang dimasukan kedalam kelompok ketiga adalah orang-orang yang dapat diselamatkan, asalkan mereka mendapatkan perhatian segera. Biasanya mereka dirawat terlebih dahulu.
Meskipun mungkin tanpak tidak berperasaan dan tidak manusiawi, konsep triage barangkali harus diterapkan didalam organisasi bisnis. Psikolog Herbert J. Freudenberger menciptakan sebuah kuis yang akan memungkinkan anda atau bawahan anda dapat menentukan apakah ada pola sikap dan prilaku yag akan menuju burnout. Banyaknya jawaban “YA” terhadap pertanyaan dalam kuis diatas dapat menjadi tanda peringatan bahwa sasaran seseorang harus dipertimbangkan kembali dan pola-pola prilaku dibentuk kembali.
Referensi dan sumber
Timpe, A. Dale, The Art and science of business management perfomance, terj. sofyan cikmat, Facts on file, Inc., New york, 2000.
Austin, D.A. (1981). ‘Teachers Burnout Issue’ . Journal of Physical Education Recreation and Dance, 52(9), 35-36.
Campbell,J.P., Dunnette,M.D., Lawler,E.E., & Weick, K.E. ( 1970 ). Managerial Behavior, Performance, and Effectiveness. New York : McGraw-Hill.
Depaepe, J., French, R., & Laray, B. (1985). Burnout Symptoms experienced among special physical educators : A descriptive longitudinal study. Adapted Physical Activity Quarterly, 2, 189-196.
Farber, B.A. (1983). Stress and Burnout in the Human Services Profession. New York : Pergamon Press.
Fejgin, N, Ephraty,N, k Ben-sira, D. (1995). Work Environment and Burnout of Physical Education Teachers. Journal of Teaching Physial Education . 15. 64-78.
Freedman, 1. (1991). ‘High and Low Burnout Schools: School Culture Aspects of Teacher Burnout’. The Journal of Educational Research, 84, 325-333.
Freudenberger, H. (1980). Staff burnout . Journal of Social Issues, 34 (4), 111 – 123
Freudenberger, H.J., & Richelson, G. (1980), Burnout the High cost & High achievement. New York : Anchor Press.
Friedman, I.A. ( May – June, 1995 ). Student Behaviour Patterns Contributing to Teacher Burnout. The Journal of Educational Research. 88(5), 281-288.
Gay, L.R. ( 1996 ). Educational Research : Competencies for Analysis and Application ( 5th.ed ). New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Girdano, A.A, Everly, G.S, & Dusek, D.E, (1993) Controlling Stress & Tension – A Holistic Approah. New Jersey : Englewood Cliffs
Gold, Y., & Roth, R.A. ( 1993 ). Teachers Managing Stress and Preventing Burnout : The Professional Health Solution. Washington, D.C : The Falmer Press.
Horton , L. (1984). ‘What do we know about teachers burnout? Journal of Physical Education, Recreation and Dance. 55 ( 3 ), 69 –71.
Isaac, S., & Micheal, W.B. (1984). Handbook In Research and Evaluation ( 4th.ed ). San Diego, Califonia : EdiTs Publishers.
Johnson, B.C., & Nelson, J.K. (1986). Practical Measurement For Evaluation in Physical Education ( 4th.ed ). USA: Burgess Publishing.
Mancini,V.A.,Wuest,D.A.,Valentine,K.W., & Clark,E.K. ( 1984 ). The use of instruction and supervision in interaction analysis on burned out teachers : Its effects on teaching behaviors, levels of burnout and academic learning time. Journal of Teaching in Physical Education. 3 ( 2 ), 29 – 46.
Maslach, C., & Jackson, S. (1986). Maslach Burnout Inventory Manual. Palo Alto, CA : Consulting Psychological Press, Inc.
Pastore, D.C., & Judd, M.R. ( May-June,1992 ). Burnout in Coaches of Women’s Team Sports. JOPERD. 74 – 79.
Pines, A. (1982). Changing organizations : Is work environment without burnout an impossible goal ? In W. Paine (ed), Job stress and burnout (PP . 274 – 281). Beverly Hills, CA : Sage.
Pines, A., & Aronson, E. ( 1981 ). Burnout : From tedium to personal growth. New York : Free Press Schwab, R.L Ivanicki , E.F (1982). Perceived role conflict, role ambiguity and teacher burnout. Educational Administrative Quarterly 18, 60 – 74.
Sisley, B.L., Capel, S.A, & Desertrain G.S. (1987). ‘Preventing & Burnout in teacher coaches. Journal of Physical Education, Recreation and Dance, 58 (2), 71 – 75.
Smith, J.C. ( !993 ). Understading Stress and Coping, New York: MacMillan Publishing Company.
Yukl, G.A., & Wexley, K.N.C. (1984 ). Organization Behavior and Personnel Psychology. Illinois: IRWIN.

Blogroll

Join me on Facebook Follow me on Twitter Email me